Kamis, 16 Oktober 2014

Pensive

Masih di tempat yang sama, Ayunan bulat menjadi teman yang paling mengerti di saat-saat seperti ini. Dengan segelas coklat hangat, menemaniku dalam kesendirian. Terlalu banyak drama yang aku lihat. Membosankan. Termenung sendiri membayangkan beberapa orang yang ribut tentang politik, “spongebob”, turunnya kualitas perfilman, harga sapi dan kambing sehat yang mendadak naik, dan drama yang tiada pernah akhir, Cinta. Cinta? Apa itu? Apakah itu virus yang siap menyakiti kita kapan saja? Atau kah semacam narkoba yang membuat kita lupa daratan? Cinta, cinta, cinta. Cinta yang deritanya tiada pernah berakhir. Kugelengkan kepalaku cepat,  menghapus apa saja yang telah aku pikirkan tadi. Coklat yang tadinya hangat pun mendingin. Warnanya juga memudar. Ku putar gelas secara perlahan, pikiranku pun terbawa ke masa lampau yang coba kulupakan. Terdiam sejenak, selalu sendiri, suram. Tersadar kembali akan coklat yang sudah tidak pudar ini. Warnanya sudah kembali seperti sedia kala, coklat pekat. Senyum simpul terukir indahnya tanpa paksaan. Menyadari satu hal yang paling berarti, Hidup ini terlalu indah jika untuk dinikmati sendiri.